Babad alas wisamarta/ mertani

Setelah prahara di negeri Wiratha berhasil di padamkan prabu Matswapati / Mangsahpati menghadiahi hutan mertani kepada cucunya para Pandhawa untuk di jadikan perdikan atau desa.


Mendengar berita tersebut para kurawa sangat senang, karena mereka tau hutan mertani sangat angker. Pastilah nanti nya para Pandhawa akan tewas jika memasuki hutan tersebut, begitu menurut pendapat kurawa.

Hutan mertani memang sangat angker, banyak yang tak pernah kembali jika orang berani masuk hutan tersebut. Atau di temukan tinggal tulang belulang di pinggiran hutan mertani. 

Tapi prabu Matswapati percaya bahwa cucu-cucu nya akan tetap aman.
Ada yang menyebutkan alas / hutan itu wisamarta,
dalam bahasa jawa: wisa = bisa dan marta = hutan Amarta. Diartikan: hutan yang penuh binatang berbisa dan buas juga merupakan kerajaan siluman. 



Dengan penuh keyakinan disertai doa para Pandhawa memasuki hutan mertani untuk segera babad alas / menebang hutan. Mau bagaimana lagi karena mereka sudah tak punya pemerintah setelah di tipu daya oleh kurawa.

Apalagi Bima / Bratasena yang di kenal sangat menghormati wanita sangat tidak tega melihat ibu nya dewi KUNTHI dan kakak ipar nya dewi Drupadi harus hidup terlunta- lunta selalu mengembara berpindah- pindah tempat. 

Benar juga berita angker nya hutan mertani, baru sampai di tepian hutan mereka sudah di hadang raksasa berambut api. Raden Arjuna meminta ijin kakak nya Bratasena dan Punthadewa untuk menghadapi nya.


Karena raksasa itu akan memangsa mereka semua dan raden Arjuna mencegah -halangi maka pertempuran pun pecah. Singkat cerita raksasa itu di panah dengan kyai Pasopati berubah wujud menjadi Sanghyang brahma / dewa api.


Lalu setelah menghaturkan salam hormat para Pandhawa di beri nasehat oleh sang dewa: bahwa hutan mertani penuh hewan berbisa, dan hendak nya raden Arjuna melepaskan panah kyai Bramasta yang pernah di berikan Sanghyang brahma kepada nya.

Karena panah tersebut berguna juga mengusir binatang berbisa seperti ular, kalajengking dan lain nya.

Baca juga : Antasena dadi Ratu

Baca juga : Prabu Drupada

Tak cukup hanya rintangan tersebut raden Bratasena / Bima yang sedang membabat hutan di hadang para Raksasa. Patih Dandu Wacana, Detya Kala Sapulembu, Detya Kala Sapujagad, dan arya Danandjaya yang memimpin tim Raksasa.


Mereka melarang Pandhawa membuka hutan karena hutan ini wilayah kerajaan jin yang mereka adalah penghuni nya. Bratasena enggan menuruti kemauan para raksasa karena hutan mertani termasuk wilayah negari Wiratha dan telah mendapat restu dari prabu Matswapati.

Perang pun tak dapat di hindari lagi, Menghadapi para jin Bratasena kesulitan dan terkena panah jalasutra dari Dandu wacana. Ambruk Bratasena semakin berontak semakin kuat jala membelit nya.
Dandu wacana memerintahkan pasukan jin nya untuk menghisap darah Bratasena.


Melihat itu Arjuna yang juga tak bisa berbuat banyak sangat bersedih. Para punakawan pengasuh nya ki lurah Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong berusaha menghibur dan menasehati.


Terutama ki lurah Semar yang terkenal bijak menasehati agar semua berdoa minta keselamatan dan petunjuk pada Yang Maha Kuasa.

Benar saja tak lama kemudian datang jin raksasa tetapi berpakaian brahmana / pertama datang memberi salam pada semua, terutama pada ki lurah Semar.
Raden Arjuna pun menanyakan siapa gerangan raksasa itu mengapa ki lurah Semar juga mengenal nya.

Semar menjelaskan bahwa itu adalah jin bengawan Wilawuk dari pringcendani, dahulu adalah sahabat eyang Manumasa / resi Manumayasa leluhur dari para Pandhawa.


Dalam gagrak wayang kulit Yogyakarta sosok begawan Wilawuk sebagai jin yang berbadan raksasa. Ada gagrak lain yang menggambarkan sebagai Naga bersayap.

Begawan Wilawuk menjelaskan kedatangan nya: dia tak rela melihat para Pandhawa di keroyok oleh tim jin. Kedekatan nya di masa lalu dengan resi Manumasa sehingga menganggap para Pandhawa sebagai cucu nya sendiri. 

Maka begawan Wilawuk memberi minyak Jayengkaton yang khasiat nya bila di usapkan ke pelupuk mata maka akan melihat alam jin seperti dunia nyata. Juga memberi panah gumbolo geni ketika di lepaskan akan berubah menjadi gumpalan api yang menghancurkan para jin.


Setelah berterima kasih dan menerima senjata Arjuna segera melepaskan Bratasena. Sesudah terlepas Bratasena mengejar Dandu Wacana, pertempuran kali ini cukup sengit karena Bratasena memakai minyak jayengkaton Dandu Wacana selalu nampak dalam pandangan nya.

Akhir nya Dandu Wacana menyerah, dia ingin mengabdikan kesaktian nya untuk berbuat kebaikan pada raden Bratasena. Kepatihan Jodipati dan senjata nya gada rujakpala juga dia menyatu dengan raden Bratasena.

Oleh karena itu Bima juga di sebut Dandu Wacana. Begitu juga dengan Arya Danandjaya menyatu dengan Arjuna dan menyerahkan kasatrian Madukoro.


Detya kala sapulembu dan sapu jagad pun begitu dia menyerah kan kasatrian Bumiretawu dan Sawojajar pada Nakula dan Sadewa.

Cobaan datang lagi tiba-tiba melompat dari gerumbul seekor harimau besar langsung berhadapan dengan Punthadewa. Aneh nya harimau itu juga bisa berbicara layak nya manusia.

Dia mengatakan akan segera memangsa Punthadewa, dan Punthadewa pun menyatakan rela jika memang ingin jadi korban nya. Mau bagaimana lagi seumur hidup Punthadewa tak pernah berperang atau memukul orang. Dan kini berdiri di hadapan nya harimau yang sangat besar, sekali terkam sulit rasa nya untuk lolos.

Mendengar perkataan Punthadewa harimau itu justru gemetaran hebat, tatapan mata Punthadewa juga sangat berwibawa seolah menguliti tubuh nya.


Seketika harimau itu berubah menjadi prabu Yudhistira raja jin hutan Mertani. 
Dia mengatakan inilah orang yang aku tunggu, hanya keturunan Bathara dharma yang bisa menaklukkan seluruh hewan buas.

Untuk menebus dosa -dosa nya Yudhistira menyerahkan kerajaan nya kepada Punthadewa, dia pun menyatu dengan Punthadewa agar kelak saat di butuhkan Punthadewa bisa menggunakan kesaktian nya.

Tercatat di lakon berikut nya Punthadewa berubah wujud menjadi Yudhistira yaitu pada lakon Bale Sigala - Gala. Ketika itu Pandhawa di racuni 
makanan nya oleh para Kurawa, Punthadewa bukan nya tewas malah berubah wujud jadi monster mengamuk sebagai Yudhistira.

 Dan pada perang barathayuda, Duryudana sebagai raja nya Kurawa menantang Punthadewa sebagai raja nya Pandhawa.
Duryudana yang memuja jin berubah jadi raksasa hendak memangsa Punthadewa, seketika Punthadewa berubah pula jadi Yudhistira dan akhir nya memenangkan perang.

Akhir kisah babad alas mertani pemerintah jin berubah menjadi kerajaan di dunia nyata untuk selama nya. Di namakan negeri Amarta ada juga yang menamakan Indraprastha karena kemegahan nya menyamai kahyangan milik Bathara Indra.
Prabu Punthadewa menjadi raja bergelar Prabu Yudhistira, prabu Darma Putra, Sang Anjatha satu, Pandu Putra.

Comments